“Keadilan adalah mimpi bagi rakyat jelata. Sebaliknya, keadilan
mudah dipemainkan oleh mereka yang berduit”
Banyak orang kecil tak berani mengadukan
masalahnya ke penegak hukum. Mereka khawatir justru dengan melapor, meraka akan
kehingan banyak uang. “lapor kehilangan ayam, uang hilang malah kambing” inilah
sepenggal pameo yang beredar dimasyarakat. Sudah menjadi rahasia umum, semua
pakai uang. Maka bagi mereka yang tidak punya uang, ya harus menerima nasib:
dihukum dan ditempatkan dipenjara yang pengap. Sebaliknya mereka yang berduit,
bisa bebas. Kalaupun dipenjara, masih bisa memilih kamar dan fasilitas layaknya
dirumah sendiri.
Terlepas dari apapun alasannya, mencuri
adalah suatu perbuatan tercela yang pantas mendapatkan hukuman. Akan tetapi,
pantaskah ketika hukuman tegas tersebut hanya diberikan kepada rakyat kecil?
Ketika golongan berduit yang mencuri uang rakyat, bahkan ketika kerugian yang ditimbulkannya
jauh lebih besar dibanding nominal curian sang rakyat kecil, hukuman yang
diberikan terkesan lebih ringan. Hukum di negeri ini cenderung tidak berdaya
melawan penguasa dan pemilik modal. Para elite negeri ini dapat dengan mudah
berkelit dari jeratan hukum, menggunakan kekuasaan dan uang yang ia miliki.
Bahkan tidak hanya perangkat hukumnya, aparat penegak hukum juga pemerintah
saat ini kurang memiliki keberpihakan terhadap rakyat kecil. Termasuk
diantaranya adalah kurang membantu rakyat kecil untuk memperoleh keadilan
ketika berhadapan dengan hukum.
Dan juga, apakah penegakan hukum seperti
ini mampu menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi yang jelas-jelas merugikan
negara sampai milyaran rupiah? Sama sekali tidak. Selama uang masih bisa berbicara,
selama aparat hukum masih terbuai dengan materi dan nafsu duniawi, hal ini
tidak akan bisa berlaku efektif. Kita tentunya belum lupa dengan adanya sel
penjara yang layaknya hotel berbintang, dilengkapi dengan spring bed, TV, serta
salon pribadi. Dan kita juga belum lupa kasus tahanan lembaga pemasyarakatan
yang dengan suksesnya menyuap aparat untuk bisa menonton turnamen tenis di
Bali, juga bertamasya ke Macau. Dua hal ini menjadi bukti jelas betapa
penegakan hukum di Indonesia masih mudah dibeli menggunakan uang !